Hari Antikorupsi Sedunia, 7 Tersangka Lolos Jeratan Hukum Kasus Korupsi RTH Tunjuk Ajar Integritas 

Hari Antikorupsi Sedunia, 7 Tersangka Lolos Jeratan Hukum Kasus Korupsi RTH Tunjuk Ajar Integritas 

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia tahun 2018 di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau ditandai dengan penghentian sejumlah penanganan tindak pidana korupsi (tipikor). Bahkan penghentian itu dilakukan untuk perkara yang telah masuk ke tahap penyidikan.

Yaitu, tujuh orang tersangka dugaan korupsi pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Tunjuk Ajar Integritas, mendapat 'kado terindah' dari peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang sejatinya bertujuan sebagai simbol perlawanan terhadap korupsi. Mereka dinyatakan lolos dari jeratan hukum setelah Korps Adhyaksa Riau mencabut status tersangkanya dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Penghentian perkara itu dilakukan setelah dilakukan proses evaluasi terhadap perkara yang telah menyeret 9 orang tersangka ke pengadilan. Sembilan tersangka di antaranya telah dijebloskan ke sel tahanan. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau, Dwi Agus Sumarno, Yuliana J Bagaskoro selaku rekanan, dan dari pihak konsultan pengawas, Rinaldi Mugni.


Lalu, Direktur PT Panca Mandiri Consultant, Reymon Yundra, dan seorang staf ahlinya Arri Arwin. Terakhir, Kusno yang merupakan Direktur PT Bumi Riau Lestari (BRL). Terhadap mereka, telah dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah.

Lalu, Ichwan Sunardi yang saat itu menjabat Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Provinsi Riau, dan Hariyanto merupakan Sekretarisnya, serta Yusrizal adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Tiga nama terakhir kini tengah menjalani proses sidang.

"Evaluasi sudah selesai, sudah dilaksanakan. Sudah diputuskan memang sudah beberapa yang dihentikan," ungkap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau, Subekhan, kepada Riaumandiri.co, belum lama ini.

Dari 7 tersangka yang dihentikan proses penyidikan itu, tiga diantaranya adalah anggota Tim Provisional Hand Over (PHO)/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Mereka dinilai tidak memiliki mains rea atau niat jahat melakukan rasuah dalam proyek yang dikerjakan tahun 2016 lalu.

"Panitia PHO, semuanya itu dihentikan karena niat jahat untuk masuk jadi tindak pidana korupsi itu tidak bisa (dibuktikan). Dianya terbawa istilahnya, tapi bukan orang yang berniat jahat untuk melakukan korupsi," kata Subekhan.

Menurut Aspidsus, Tim PHO itu terpaksa menerima hasil pekerjaan itu karena keadaannya, RTH itu telah diresmikan penggunaannya. Sehingga mereka saat itu tanpa pikir panjang turut menandatangani hasil pekerjaan. "Sehingga mereka terbawa istilahnya, bukan orang yang punya mains rea (niat jahat,red)," kata dia.

Lebih lanjut Aspidsus memberikan alasan penghentian penyidikan terhadap Tim PHO. Menurutnya, sesuai aturan terbaru dalam suatu peraturan presiden (perpres) terkait hal itu, dinyatakan PHO tidak ada kaitannya dengan hasil pengerjaan materil.

"Malah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen,red) dulu yang tandatangan, ke sana dulu, baru PHO. PHO itu yang terakhir mengecek kualitas. Kalau akhirnya RTH diserahkan ke PHO, itu tidak fair. Nggak adil dia ditarik ke dalam suatu peristiwa tindak pidana," tegas Subekhan.

Saat disinggung nama Tim PHO yang lolos dari jeratan hukum itu, Subekhan mengaku lupa. Namun dapat dijelaskannya, saat pembangunan RTH yang berada di Jalan Ahmad Yani Pekanbaru itu, terdapat lima orang yang bertindak sebagai Tim PHO.

"Tapi Tim PHO itu 5 orang. Satu sudah dihentikan dulu zaman Pak Sugeng (Sugeng Riyanta, Aspidsus Kejati Riau sebelumnya,red), karena kapasitasnya. Yang empat ini kita evaluasi kembali karena perbuatannya," imbuh Subekhan.

Dari informasi yang dihimpun, Tim PHO yang dihentikan perkaranya, di antaranya Adriansyah dan Akrima ST, dan Silvia. 

Tidak sampai di situ, penghentian penyidikan juga dilakukan terhadap tiga orang anggota Pojka. 

"Hasil evaluasi terakhir, desakan fakta persidangan dan fakta penyidikan juga, bahwa tiga orang selain dari pada yang dua (Ichwan Sunardi dan Hariyanto, red) itu, telah melaksanakan tugas sebagaimana mestinya," sebut Aspidsus.

Adapun tugas dimaksud, di antaranya melakukan evaluasi perusahaan yang mengikuti lelang, melakukan perangkingan, dan seterusnya. Hasilnya, diperoleh tiga perusahaan di posisi teratas.

"Cuma pada saat pengumuman, tanpa sepengetahuan tiga orang ini, didapatkan rangking 1, 2, 3. Rangking 1 PT lain, (rangking) 2 itu PT yang pemenang. Tanpa sepengetahuan tiga orang ini, Ketua Pokja (Ichwan Sunardi, red) telah melakukan pengumuman di internet," beber diam

"Mereka ini bukanlah bagian orang yang ikut berbuat konspirasi saat itu. Tapi pada akhirnya kemudian dia tandatangan, iya benar. Tapi dia sebenarnya tidak ada mains rea," sambung Subekhan tanpa menjelaskan identitas tiga anggota Pokja dimaksud. Namun dari informasi yang dihimpun, tiga anggota Pokja itu adalah Desi Iswanti, Rica Martiwi, dan Hoprizal.

Untuk diketahui, proyek RTH Tunjuk Agar Integritas dibangun pada tahun 2016 dengan anggaran Rp8 miliar. Dari anggaran itu, dialokasikan Rp450 juta untuk membangun Tugu Integritas. Tugu tersebut diresmikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada 10 Desember 2016 lalu pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI) di Riau sebagainya simbol bangkitnya Riau melawan korupsi.

Dugaan korupsi itu ditangani dengan melibatkan ahli multidisiplin ilmu. Perbuatan melawan hukum terjadi bukan pada penganggaran namun terhadap proses dari lelang hingga pembayaran. Dari konstruksi hukum yang didapati penyidik, ada tiga model perbutan melawan hukum. Pertama, pengaturan tender dan rekayasa dokumen pengadaan. 

Kedua, ditemukan pula bukti proyek ini langsung dan tidak langsung ada peran dari pemangku kepentingan yang harusnya melakukan pengawasan namun tidak dilakukan. Ketiga, ditemukan bukti proyek ini ada yang langsung dikerjakan pihak dinas.

Reporter: Dodi Ferdian